Sabtu, 19 Februari 2011

DVI (Disaster Victim Identification)



Pernah kan mendengar DVI? DVI adalah singkatan dari Disaster Victim Identification. DVI akan bekerja saat ada major insident yang tentunya menimbukan banyak korban jiwa. Tim DVI terdiri dari dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli anthropology (ilmu yang mempelajari tulang), kepolisian, fotografi, dan ada yang berasal dari masyarakat juga. Tugasnya adalah mengidentifikasi korban.

Lihat gambar ukuran penuh

Jika terjadi major insident (musibah massal) di suatu wilayah dengan korban jiwa, misalnya korban wedhus gembel, tim DVI akan meluncur ke lokasi, kemudian yang dilakukan adalah:
1. The scene of insident atau mengusut sebab musabab kematian seseorang tersebut. Daerah yang menjadi fokus bencana/ insiden akan diberi police line, tujuannya adalah supaya tidak ada barang bukti yang hilang atau berubah, dan akan memudahkan olah TKP.
2. Evakuasi, memasukkan jenazah dalam kantong jenazah beserta benda-benda di sekitar jenazah.
3. Labelling, memberi label untuk tiap jenazah, misal: jenazah x ditemukan jam berapa, di daerah mana (alamat lengkap), dengan titik ordinat berapa, pokoknya sedetail-detailnya.

Setelah itu, yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data post mortem. Data post mortem adalah data yang didapat setelah koban meninggal. Meliputi:
1. foto komplit.
    foto saat masih berada di TKP (Tempat Kejadian Perkara), lengkap dengan dokumentasi benda-benda di sekitarnya, dan foto saat sudah di Rumah sakit. Jangan merobek pakaian korban sembarangan (saat melepas pakaiannya) karena akan menghilangkan bukti penting mengenai sebab kematian. Tapi buatlah robekan dengan gunting, sehingga saat analisis dilakukan tim DVI tahu bahwa robekan pakaian itu adalah buatan dokter. Catat dan foto semua yang dikenakan korban. Bahan kainnya apa, warna kain apa, motif apa, kancing warna apa, apa bentuknya, memakai asesoris apa, di tangan atau kaki mana, di baju ada kantong berapa, isinya apa aja, pokoknya selengkap mungkin di dokumentasikan.
2. Sidik jari. Manusia yang satu dengan yang lain berbeda-beda.
3. Rontgen, akan bermanfaat ketika korban memiliki ciri khas memasang pen misalnya di tulang kakinya, sehingga akan memudahkan proses matching (proses mencocokkan)
4. Odontology forensik, atau tes karakteristik gigi. Manusia juga punya perbedaan satu dengan yang lainnya.

Nah kemudian sembari dikumpulkan data post mortem, dikumpulkan pula data ante mortem (data yang didapat sebelum pasien meninggal).
Keluarga atau kerabat yang mencari keluarganya yang menjadi korban, atau yang memang akan melapor bahwa keluarganya menjadi korban, maka akan dikumpulkan informasi darinya terkait kondisi korban sebelum meninggal. Misalnya, korban memakai baju warna apa, memakai asesoris apa, jenis kelaminnya apa, usianya berapa, dsb selengkap mungkin.

Setelah data post mortem dan ante morte dikumpulkan, maka akan dilakukan proses matching/ mencocokkan. Apakah benar jenazah A adalah benar-benar Mr. A. Dalam hal ini, tim DVI tidak boleh salah. Kecepatan tidak pentng. Yang penting adalah ketepatan. Tidak jarang proses matching ini menimbulkan perdebatan sengit. Hal ini semata-mata dilakukan supaya tidak terjadi kesalahan.
Yang sulit sesungguhnya adalah jika ada bagian tubuh yang terpisah. maka tim DVI wajib menelusuri apakah telinga A ini benar-benar milik Mr. A.
Lihat gambar ukuran penuh
Setelah proses matching selesai, masing-masing tim DVI yang ikut serta dalam proses matching harus menandatangani surat keputusan bahwa korban A dengan ciri-ciri terlampir adalah benar Mr. A), sebagai tanda bahwa semua anggota DVI setuju akan keputusan itu.
Kemudian, akan segera diterbitkan surat kematian untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

sekian..

Jumat, 18 Februari 2011

Bencana Ohh Bencana

Indonesia gudangnya bencana. Mulai dari banjir, gunung meletus, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain. Wajar aja sih kalau Indonesia gudangnya bencana,karena Indonesia kan lengkap,,punya gunung (bisa meletus), punya laut (bisa tsunami), tempat pertemuan lempeng-lempeng (gampang gempa bumi). Selain itu tingkat pelanggaran (alias merusak alam) juga tinggi. Jadi ya sudah sepantasnya deh Indonesia sering banjir (tuh lihat sungainya penuh sampah) ma tanah longsor (penggundulan hutan besar-besaran)..Alhasil,selesai satu bencana, Indonesia udah disodori bencana baru..Subhanalloh..

Yuk kita bahas bencana itu apa?

Sesuai dengan Undang-Undang tahun 2004 tentang Penanggulangan Bencana,
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam atau non alam, sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, serta membutuhkan bantuan dari luar untuk recovery.

Bencana ada 2 macam:
1. Natural Disaster/ alamiah: gempa bumi, gempa vulkanik, tsunami, gunung meletus.
2.Man Made/ buatan manusia: kebakaran hutan, kerusuhan sosial, dll.

Berawal dari hazard/ bahaya. Hazard adalah sesuatu yang mengandung potensi/ energi. Misalnya terjadi hujan. Kemudian apabila risk (sesuatu yang menyebabkan hazard menjadi event tak diinginkan), misalnya penggundulan hujan. Maka, hujan (yang aslinya tidak membahayakan) sebab adanya penggundulan hutan, maka akan timbul banjir. Banjir inilah yang kemudian disebut event. Banjir tersebut mengenai dampaknya pada manusia (impact) dan menghasilkan negative result atau yang biasa disebut damage. Kemudian, damage yang sampai menyebabkan perubahan fungsi-fungsi sosial, bahkan sampai harus membutuhkan pertolongan dari luar untuk recovery inilah yang disebut dengan bencana.

Fase-fase bencana dan penanganan bencana
1. Fase prabencana, pada fase ini, yang bisa dilakukan kita lakukan (utamanya pemerintah dan pihak terkait) adalah
a. Pencegahan: bagaimana manusia bisa mencagah bencana itu agar tidak datang (biasanya man made disaster). Misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, atau tidak menggunduli hutan.
b. Kesiapsiagaan : meliputi penyusunan rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan, pelatihan personil. Mungkin juga mencari langkah-langkah  pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi resiko dari bencana berulang. Langkah-langkah ini dilakukan sebelum bencana terjadi, untuk meminimalisasi gangguan layanan, korban jiwa, serta kerusakan yang terjadi.
c. Mitigasi, mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi skala bencana di masa mendatang, baik efek, maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri.  Contohnya: pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan irigasi air pd daerah yang kekeringan.

2. Saat bencana:
a. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana, untuk menangani dampak buruk yang ditimbukan. Meliputi kegiatan:
a. penyelamatan dan evakuasi korban jiwa dan harta
b. pemenuhan kebutuhan dasar
c. perlindungan
d. pengurusan pengungsi
e. penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana.

3. Paska bencana,
a. Rehabilitasi : adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah paska bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah bencana
b. Rekonstruksi : adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah paska bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah paska bencana.

Itu semua di atas sesungguhnya adalah tanggung jawab pemerintah.
Apabila bencana terjadi, maka Kepala Daerah harus menetapkan bahwa "telah terjadi bencana". Sehingga akan segera dilaksanakan sistem kebencanaan yang sebelumnya sudah disepakati. Apabila bencana yang terjadi berskala besar, daerah tidak mampu menanggungnya sendiri, maka akan menjadi "bencana nasional", dimana yang menetapkan bencana nasional adalah Presiden.

Dalam menangani bencana, diperlukan partisipasi banyak pihak. Dimulai dari Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BMKG, dan dinas-dinas yang lain, termasuk institusi pendidikan.
 Masing-masing pihak, seyogyanya memang memiliki protap masing-masing dalam menghadapi bencana sesuai dengan kapasitasnya.

Eh iya,,ada yang kita perlu tahu nih..
coba pikirkan deh, kita biasanya sering mendengar sirine ambulans ya kalau ambulans itu membawa orang sakit atau orang yang sudah meninggal...ya kan?sebenarnya itu salah kaprah loo..harusnya gak boleh gitu,,
sirine dibunyikan kan pada kondisi mobil yang harus melaju kencang. Kalau ambulans udah bawa orang yang sudah meninggal, ya harusnya gak usah buru-buru amat kan? Kalau membawa orang sakit juga sebenarnya gak boleh tu dinyalain sirine nya..karna justru bikin si orang sakit panik, dan malah bisa jadi gak karuan. Orang yang dibawa dengan ambulans kan harus dalam kondisi stabil..Jadi sudah di stabilisasi, kemudian baru di transport. Makanya tuh sebenarnya gak usah deh dinyalain sirinenyaa...yang boleh dinyalain tuh, justru saat ambulans pergi MENJEMPUT yang sakit untuk dibawa ke rumah sakit,,itu kan butuh cepet kan??naahh,,itu baru boleh,,,
gituuu..

sekian yaa,,semoga informasinya bermanfaat...
trimakasiihh

Dokter Indonesia>> tidak merata

Penyebaran dokter di Indonesia rupanya tidak merata. Padahal sesungguhnya lulusan dokter cukup banyak ya? Sebenarnya dokter di Indonesia banyak. Yang dilantik tiap tahunnya banyak, dan dokter tidak mengenal kata pensiun..dokter yang udah tua banget aja ada banyak yang masih praktek gitu..
Ya..sayangnya, penyebaran dokter di Indonesia tidak merata. Jadi dokter terpusat di kota-kota. Contohnya, di Jogja aja, tiap 1 kilometer, terhitung udah ada 500 praktek dokter swasta. Banyak banget kan??Sementara di daerah-daerah terpencil gitu masih sangat kekurangan.
Masih ingat MDGs? Dalam Millenium Development Goals terdapat 10 target besar dunia yang harus dicapai pada tahun 2015..dan salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan anak. Padahal di daerah terpencil, yang namanya kematian ibu dan anak, banyak sekali jumlahnya. Kematian ibu akibat proses melahirkan yang bermasalah. Karena proses melahirkan itu dibantu oleh dukun-dukun yang gak punya ilmunya, yang dengan PD nya menolong ibu, padahal caranya salah (termasuk tidak steril). Habis dokternya langka,,jauh,,tidak mau terjun langsung ke masyarakat (beda dengan dukun beranak yang dekat dg masyarakat)...atau dokternya kemahalan..
Kematian anak terbanyak adalah akibat malnutrisi. Lagi-lagi di daerah terpencil, dimana kemiskinan merajalela, banyak ditemukan bayi-bayi atau anak-anak busung lapar. Anak yang malnutrisi akan mudah terinfeksi penyakit. Kalau sudah sakit, orang tuanya pun tak kuasa membelikan obat. Alhasil anaknya didiemin gitu aja,,

Dari pemaparan mengenai kematian ibu dan anak aja (agar kita bisa mewujudkan MDGs itu), sangat diperlukan dokter di daerah terpencil. Dokter harus merata. Kasihan sekali kalau masyarakat kita yang berada di daerah perifer juga ikut terpinggirkan dari akses pelayanan kesehatan. Bukankah kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia?

Bicara tentang pemerataan dokter memang berat. Memaksa dokter untuk mau hidup dan mengabdikan dirinya di daerah terpencil juga susah. Coba,,anda mau gak??

Indonesia mempunyai wilayah DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan) yang sangat luas. Sedangkan SDMK (Sumber Daya Manusia Kesehatan) sangat kurang di DTPK tersebut. Salah satu strategi pemerintah, dalam hal ini Menteri Kesehatan 2010 kemaren, adalah dengan Program Internship Dokter Indonesia/ PIDI. PIDI adalah program yang wajib diikuti oleh lulusan dokter Indonesia, yang menggunakan sistem pendidikan Kurikulum Berbasis Kompetensi/ KBK. Program ini sebagai praregistrasi dokter untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi, yang juga merupakan syarat seorang dokter mendapat ijin praktek.

Program internship ini akan dilaksanakan selama 1 tahun. Selama 4 bulan, dokter akan mengabdi di puskesmas, dan RS Daerah selama 8 tahun.Tapi sesungguhnya dokter yang ikut PIDI juga tetap dikasih intensif. yaa..cukup lah untuk hidup sehari-hari..

Dengan PIDI, diharapkan dokter akan menyebar merata..Mau tidak mau, dokter yang baru lulus itu, harus taat untuk mengabdi di daerah mana dia ditunjuk, di daerah terpencil sekalipun,,,

Dokter-dokter yang akan ditempatkan di daerah terpencil juga akan dibekali kemampuan untuk menolong persalinan, operasi apendicitis juga, dan diberi ijin untuk melakukan praktek tersebut agar bisa menolong masyarakat di daerah pinggiran...

gambar dukun beranak di daerah terpencil
Lihat gambar ukuran penuh













gambar ibu hamil kontrol dengan dokter spesialis kandungan

KAPITASI__sistem pembayaran dokter masa depan

Bicara ilmu kesehatan/ kedokteran, maka sama dengan bicara ilmu yang sangat kompleks. Bidang ilmu kesehatan sesungguhnya merupakan art dan sains yang dipadukan dari berbagai bidang ilmu yang lain. Mulai dari ilmu kedokteran itu sendiri, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosial, komunikasi, dsb. Untuk itu diperlukan pemikiran dan kerjasama yang baik untuk memadukan berbagai disiplin ilmu tersebut agar sistem kesehatan di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Termasuk untuk urusan yang satu ini. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan, utamanya pembayaran dokter.

Coba kita resapi apa yang terjadi di negeri ini..Orang yang sakit harus tergopoh-gopoh datang ke dokter, dengan kewajiban membayar biaya pelayanan dokter yang jumlahnya tidak sedikit. Apalagi dokter spesialis. Bisa mencapai 150ribu rupiah. Beruntung kalau punya uang (orang kaya), gimana tuh sama yang gak punya duit ya?udah sakit,harus bayar duit lagi,banyak lagi! haduuhh...pusiiiinnngg!! Makanya sering kan kita temui orang yang sakit, tapi gak dibawa ke dokter? alasannya pasti karena tidak punya uang. Makanya urusan pembayaran ini sesungguhnya juga jadi PR untuk pemerintah,,khususnya yang memang concern dalam bidang kesehatan.

Pasti sempat terlintas di pikiran..
Kenapa gak dokter tuh bayarannya jangan mahal-mahal???
hmm,,gini..memang sih rasanya bayaran dokter itu mahal, tapi sebenarnya gak mahal lo. Dokter memang dibayar cukup besar. Tapi ingat, beban hidup dokter juga besar. Sebagai contoh, kalau di kampung lagi mau bikin acara, trus minta donasi uang sama warganya, pasti kalau ada dokter di wilayah kampung itu, maka yang diharapkan menyumbang paling banyak dokternya kan?kalau dokter hanya menyumbang sedikit, pasti udah di "malu-maluin" kan??naahh,,contoh mudahnya gitu,,itu semua karena dokter memiliki kedudukan sosial yang tinggi di masyarakat. Jadi kewajibannya juga makin berat. Contoh lain, dokter punya kewajiban untuk terus meng-update ilmunya. Dengan diberi kewajiban mengumpulkan 250 SKP dalam 5 tahun untuk memperpanjang ijin prakteknya, itu sudah cukup memberatkan. Bagaimana tidak, seminar yang bernilai 2 sampai 3 SKP saja biayanya bisa ratusan ribu. Otomatis dalam kurun waktu 5 tahun dokter harus mengeluarkan uang jutaan hanya demi memperpanjang ijin prakteknya.

Jadi, untuk menyelesaikan masalah pembayaran jasa dokter yang tepat sesungguhnya bukan dengan menurunkan tarif jasanya,,namun dengan mengubah metode pembayarannya..

Sistem ini memang terbilang baru di Indonesia. Namun sudah digunakan di Eropa (pertama kali) dan Amerika. Namanya adalah metode KAPITASI.
Metode kapitasi adalah metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan (dokter atau rumah sakit) menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta, per periode waktu, untuk pelayanan yang telah ditentukan per periode waktu. Didasari atas jumlah tertanggung (orang yang dijamin atau anggota) baik anggota itu dalam keadaan sehat atau sakit, dan besarnya iuran ditentukan dan dibayar dimuka, tanpa memperhitungkan jumlah konsultasi atau pemakaian pelayanan di Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK).

Contoh prakteknya begini,
Misal dokter X menanggung kesehatan masyarakat di wilayah kampung X. Setiap bulan (atau sesuai perjanjian) masyarakat kampung X membayar iuran kepada dokter X yang besarnya sudah ditentukan sebelumnya. Kemudian selama sebulan tersebut, warga yang sudah membayar bebas menggunakan pelayanan kesehatan (tertentu yang sudah disepakati sebelumnya)

Kapitasi ada banyak macamnya:
1. Penuh atau total, meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap
2. Sebagian, meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan saja, rawat inap saja, hanya jasa pelayanan tanpa obat, dll.
3. Risk adjustment capitation (berbasis umur,resiko sakit, dan geografi)

Trus gimana ya menghitung berapa tarif yang harus dibayar per-peserta per-periode waktu??
Ada rumusnya..

Frekwensi penggunaan pelayanan per bulan X tarif pelayanan
Jumlah peserta
atau,,

Angka penggunaan tahunan per peserta X tarif pelayanan
12 bulan

Langkah perhitungan:
1. Menetapkan jenis-jenis pelayanan yang akan dicakup dalam pembayaran kapitasi
2. Menghitung rate utilisasi (angka pemanfaatan) yang biasanya dihitung per 1000 jiwa
3. Mendapatkan rata-rata biaya per pelayanan yang dicakup dalam kontrak kapitasi
4. Menghitung biaya per kapita per bulan untuk tiap pelayanan
5. Menjumlahkan biaya per kapita per bulan untuk seluruh pelayanan guna mendapatkan besaran biaya kapitasi. Jika diperlukan menghitung dana pool rujukan dan rumah sakit atau dana ditahan (withhold)

Keuntungan dari metode kapitasi ini adalah 
1. Rumah sakit mendapat jaminan adanya pasien (captive market)
2. Rumah sakit mendapat kepastian dana di awal tahun
3. Bila berhasil mengefisiensikan pelayanan maka akan mendapat keuntungan
4. Dokter dapat lebih taat prosedur
5. Promosi dan prevensi akan lebih ditekankan.

 Untuk itu standart terapi harus disusun sebaik mungkin dan ditaati. Agar pelayanan yg diberikan efisien. Terlalu banyak prosedur yang tidak perlu justru hanya akan membuang banyak uang. Selain standardnya dibuat dan ditaati, dokternya pun harus sadar biaya/ cost consious. Bila perlu diberi pelatihan khusus.
Coba deh bayangkan seandainya sistem pembayaran ini dijalankan di Indonesia, memang tantangannya besar, tapi hasilnya pasti baik. Tantangannya termasuk bagaimana membagi kelompok X berobat di dokter X,,karena kecenderungan masyarakat akan mencari dokter yang mampu membuat pasiennya nyaman,,kalau sudah ditentukan begini, kasihan juga pasiennya..
Tapi sisi keuntungan nya adalah,
dokter menjadi termotivasi untuk promotif dan kuratif, karena dengan jumlah iuran yang tetap, namun frekwensi kedatangan pasien yang sedikit (pasiennya sehat semua), maka dokter akan lebih untung...
Dalam pelaksanaan kapitasi, anggota memang harus dalam jumlah besar,,kalau jumlahnya sedikit, dokter atau rumah sakit justru bisa bangkrut abis..hehe,,alias merugi..
yahh,,semoga ya pemerintah bisa menggodok wacana ini dengan serius dan memperoleh solusi terbaik..
hidup kapitasi!!! ^0^ 



Kamis, 17 Februari 2011

JAMKESMAS__turun di tengah penderitaan

Jamkesmas atau Jaminan Kesehatan Masyarakat sesungguhnya merupakan suatu bentuk pemikiran yang cemerlang dari pemerintah kita, khususnya mereka yang concern dalam bidang kesehatan. Meskipun ide akan adanya asuransi kesehatan bagi rakyat bukan hal yang baru, karena sudah banyak negara yang menggunakannya dan jauh lebih berhasil, namun di Indonesia, tetap saja bisa dibilang prestasi dalam bidang kesehatan (meskipun dalam pelaksanaannya juga masih banyak kelemahan).

Jamkesmas merupakan asuransi kesehatan dari pemerintah pusat. Lebih tepatnya memang disebut jaminan kesehatan sih,,karena rakyat yang sudah menjadi anggota Jamkesmas tidak dikenakan kewajiban membayar bila berobat atau menggunakan layanan kesehatan di Puskesmas atau Rumah Sakit milik pemerintah kelas III. Pemerintah Pusat yang akan mencairkan dananya langsung ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit tersebut.

Jamkesmas sesungguhnya merupakan program baru menggantikan program sebelumnya (Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin/ ASKESKIN). Debutnya dimulai ditahun 2008, dan akan dilanjutkan terus karena dapat dirasakan betul manfaatnya. Jamkesmas terbukti dapat meningkatkan akses kesehatan masyarakat miskin.

Anggota dari Jamkesmas adalah:
1. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Bupati/ Walikota thn 2008 berdasarkan pada kuota kabupaten/kota (BPS) yang dijadikan database nasional (yang kemudian akan terus di update)
2. Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yg tidak memiliki identitas.
3. Semua peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah memiliki kartu Jamkesmas.
4. Masyarakat miskin yg telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1185/MenKes/ SK/XII/2009 tentang peningkatan kepesertaan Jamkesmas bagi panti sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta Korban bencana.
Apabila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu yang belum masuk dalam Surat Keputusan Bupati/ Walikota maka jaminan kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah setempat, alias dimasukkan dalam Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah).

Peserta atau anggota Jamkesmas, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok.
1. Kelompok anggota/peserta yang memiliki kartu Jamkesmas. Kelompok ini termasuk di antaranya orang miskin yang sudah masuk dalam SK Bupati/ Walikota, penghuni panti-panti sosial, dan korban bencana paska tanggap darurat bencana. Warga miskin yang masuk dalam SK Bupati/ Walikota adalah mereka yang diusulkan oleh RT/RW kemudian dilanjutkan ke tingkat kecamatan, dan kemudian di terima di tingkat Kabupaten/ Kota, dengan sebelumnya mempertimbangkan kuota yg diberikan pada daerah itu pd tahun tersebut.Kemudian data ini dikumpulkan di tingkat Pusat dan keluarlah SK Menteri.
2.Peserta yang tidak memiliki kartu Jamkesmas
. Kelompok ini meliputi: a. Gelandangan, pengemis,dan anak terlantar yang datang ke pelayanan kesehatan dengan membawa rekomendasi Dinas Sosial setempat. b. Penghuni lapas dan Rutan yang saat datang ke pelayanan kesehatan emmbawa surat rekomendasi dari Kepala Lapas/ Rutan. c. Peserta PKH (Program Keluarga Harapan) yang saat mengakses pelayanan kesehatan menunjukkan kartu PKH. d. Bayi atau anak yg lahir dari pasangan peserta Jamkesmas, anak tersebut dapat mendapat pelayanan kesehatan gratis apabila membawa akte kelahiran atau surat keterangan lahir dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orangtuanya, dan Kartu Keluarga (KK).
 Saat peserta (baik yang memiliki kartu atau tidak)akan  datang ke pelayanan kesehatan, maka peserta wajib melapor pada  PT ASKES Persero, yg kemudian nanti akan mengecek database kepesertaannya, dan kemudian PT ASKES Persero akan mengeluarkan Surat Keabsahan Peserta/SKP, dan kemudian peserta tersebut akan dicatat kunjungannya.



(Hmm,,aku jd inget,,di RSUP dr.Sardjito, di bagian depan ada loket-loket PT ASKES..Setiap pagi pasti penuh orang. Orang yang mau berobat, mendaftarnya disituu..biar dicek dulu keanggotaannya, trus dikasih surat atau bukti bahwa memang benar pasien itu terjamin oleh JAMKESMAS,,Jadi pada saat masuk dan mendapatkan pelayanan kesehatan Rumah Sakit tidak akan menarik biaya kepadanya...)

Trus...kalau kartu nya hilang gimana yaaa??waahh..gawaatt...
Tenang aja, kalau memang kartu Jamkesmasnya hilang, maka datanglah ke PT ASKES Persero, dengan membawa kartu atau surat-surat identitas, seperti KTP, Kartu Keluarga, dan kemudian nanti PT ASKES Persero akan mengecek database kepesertaan. Apabila memang sudah terbukti bahwa orang tersebut adalah peserta Jamkesmas, maka PT ASKES Persero akan menerbitkan surat keterangan kepesertaan.

Mmm...kalau dipikir-pikir..program ini bagus yaa..merengkuh masyarakat-masyarakat yang memang betul-betul membutuhkan...orang miskin, anak dan orang terlantar...penghuni Lapas..dsb..
aku jadi kepikiran,,kasihan banget ya kalau orang yang lagi dipenjara gitu trus sakit, harus dibawa ke rumah sakit, trus gak punya uang..uang dari mana coba??secara orang itu di Lapas gak bisa cari duit..iya kalau keluarganya punya duit....kalo enggak??duh..pasti akan sangat menolong ya program Jamkesmas ini.....

tapi..rasa-rasanya masih ada beberapa kekurangan sih..terutama terkait keanggotaan..
sering kan kita mendengar "eh, ada orang lumayan mampu dimasukkan jd anggota/peserta, tapi ada juga masyarakat miskin betul yang gak dimasukkan..."
duuhh..kayak begini deh Indonesiaaa..kapan sembuhnya yaa...
Jadi gini,,aku pernah membahas masalah itu sama dosenku dan teman-temanku...dan saat itu kami punya jawaban atas kedua masalah di atas..
1. Kenapa orang kaya dimasukin jadi peserta?
karena, peserta kan dimasukkan karena diusulkan oleh perangkat RT/RW,,kemudian dilanjutkan ke tingkat Kelurahan,,trus Kecamatan,,trus baru Kabupaten/ Kota..lhaaa..disini masalahnya,,,kecurangan terjadi di sini,,biasanya tuh pak RT nya atau Pak RW nya punya kenalan siapa, atau disogok ma siapa gitu,,alhasil ni orang kaya bisa dimasukin deh jd peserta Jamkesmas...
2. Kenapa orang miskin gak masuk jadi peserta?
Sebenernya mungkin bukannya gak masuk yaa,,tapi memang belum bisa dimasukin,,karena setiap tahun saat SK itu dikeluarkan oleh Menteri, sesungguhnya data dari tiap Kabupaten atau Kota kan masuk tuh ke Pusat,,tapi jumlahnya masih dibatasi kuota,,makanya kadang ada yg belum bisa masuk,,apalagi kalo ada orang kaya yang ikut dimasukin jadi peserta,,makin mempersempit peluang orang miskin..tapi tenang,,yang belum masuk jamkesmas kan masuk Jamkesda yaa??lagian nanti ada saatnya di update kembali tuh peserta peserta jamkesmasnyaa....
jadi masih ada peluang masuk..

Gambar kartu Jamkesmas




sekiaann...\(^0^)/...diooo...



.

Selasa, 15 Februari 2011

Wahai Dokter, Tolong Jiwa Kami!!!

Saya nyaris belum pernah mendengar, "Pak Dokter,,tolong obati jiwa sayaa..jiwa ini sakit skali dok!!"
dari mulut pasien, di tempat praktek dosen-dosen saya,atau di tepat Puskesmas dulu tempat saya belajar (Puskesmas Cawas,Klaten). Rasanya tak mungkin ya,ada pasien datang dan mengeluh jiwanya sakit?
Tapi, setuju kah anda bahwa jiwa manusia, juga bisa menderita sakit?
Manusia memiliki 2 unsur utama pembentuk kehidupannya; unsur jasmani (fisik), dan unsur rohani (jiwa).Jika salah satu di antara kedua unsur tadi terkena masalah, maka manusia tersebut akan mengalami error saat menjalankan kehidupan. Setuju?
Sebagai contoh, orang yang sakit diabetes yang tergantung insulin. Tanpa insulin orang tersebut akan lemas terkapar karena tak ada glukosa dalam darahnya yang diubah menjadi energi dan digunakan oleh jaringan. "Lemas terkapar" adalah error yang terjadi pada manusia tersebut. pada orang normal, lemas terkapar tidak  sampai terjadi karena insulin dlm tubuhnya cukup untuk memenuhi kebutuhan energi jaringan. Stuju?

Begitu juga dengan jiwa. Jiwa yang sakit pun akan mampu menyebabkan error pada manusia tersebut. Sebagai contoh, orang yang stress akibat ditinggal mati pacarnya. Bisa kah dia menjalankan aktivitas sehari-hari dengan normal? Bahkan jangan-jangan untuk makan dan mandi pun dia tak mampu. Hatinya sudah terlalu terluka. Butuh waktu beberapa saat untuk kembali pulih dr luka hatinya itu. Bukankah dengan kondisinya yang tak mau makan, mandi, mungkin juga berdiam diri saja di kamar atau tak mau bekerja justru akan menambah masalah baru? Bukankah pria ini justru menjadi rawan untuk terserang infeksi akibat daya tahan tubuhnya yang menurun?belum lagi masalah ekonomi keluarga (mungkin) yang jadi berantakan akibat pria ini tak mau lagi bekerja? Bagaimana dengan kondisi fisiknya yang kotor akibat tak mau mandi?siapa yang kemudian akan memandikannya? sebuah beban berat untuk keluarga...Stuju?




dari uraian di atas, kita bisa mencermati sesungguhnya, antara jiwa, dan raga (fisik) manusia tak bisa dipisahkan. keduanya merupakan hubungan timbal balik. jiwa sakit akan menyebabkan fisik yang sakit, fisik yang sakit juga akan menyebabkan jiwanya sakit. begitu seterusnya.

Sering kali saya mendengar ada dokter bercerita
"pasien saya sudah 3 bulan ini datang rutin ke rumah saya, minta obat sakit kepala..sudah 3 bulan tak sembuh-sembuh..hasil CT scannya baik-baik saja tuh...sistem organ yang lain pun OK..dia kenapa ya?"
(seandainya dokter bisa memandang pasien secara holistik)
Ya, dokter harus melihat kondisi pasiennya secara holistik. ingat selalu bahwa manusia terdiri atas 2 unsur tadi. Seumpama seorang pasien datang dengan keluhan sakit kepala, periksalah sakit kepalanya itu sesuai prosedur. Lakukan pemeriksaan penunjang bila perlu. Sampai dokter benar-benar tak mendapatkan kelainannya, baru periksalah jiwa pasien,,apakah dia sedang mengalami stres?apakah dia sedang menanggung beban pikiran yg berat?apakah jiwa nya sedang berguncang?
tapiii...apakah mau seorang Pasien mengatakan kejujuran pada dokter "Dok, saya lagi stres,,,"??
itulah mengapa kedokteran merupakan gabungan antara art dan sains..

Pendidikan kedokteran seharusnya sudah mulai mengajarkan bagaimana menangani pasien secara holistik seawal mungkin. Kepekaan terhadap semua unsur manusia yang melekat pada pasiennya semestinya diasah bahkan sejak tahun pertama kuliah. Termasuk berbagai kesenian dalam menghadapi berbagai kondisi pasien, seperti misalnya bagaimana membuat pasien bisa nyaman dan percaya pada dokter untuk mengatakan kejujuran, " Ya dok, saya sedang punya pikiran,,saya pusing sekali, jiwa saya tertekan dok.."
Kalau dokter sudah berhasil menggali masalah pasien, alangkah beruntungnya dokter (dan tentu saja pasiennya) itu..
1. terapi untuk pasien menjadi lebih jelas. Pasien hanya perlu diberi pereda keluhannya (misal sakit kepala, beri analgesik<jika perlu>)
2. Dokter tidak membuang-buang energi dan pikiran, dan pasien tidak repot2 membuang uang untuk melakukan pemeriksaan penunjang.
3. Dengan berbagi cerita dengan dokter, maka pasien akan merasa lebih ringan, apalagi kalau dokter bisa membantu atau memberi solusi akan masalahnya. Bisa jadi sakitnya pasien akan sembuh seketika.

faktanya, bahwa 25% pasien-pasien yang sakit secara fisik kemudian mencari pertolongan seorang dokter, sesungguhnya yang sakit adalah  jiwanya. dan 40% di antaranya salah didiagnosis (otomatis salah terapinya).

refleksi ini sesungguhnya mengingatkan pada kita, dokter-dokter di Indonesia,,sudahkah anda memandang pasien secara holistik??(jiwa,raga, bahkan sosial,dan spiritualnya?)
Sekaligus juga sebuah pesan untuk para pasien yang akan datang pada dokter. Sesekali ingatkanlah dokter anda "Wahai dokter,sudahkah kau periksa jiwa kami?"
................................................................................................................................................................

oke, masalah kesehatan jiwa sesungguhnya tak hanya sampai disitu. Yang saya uraikan di atas, adalah masalah-masalah psikis ringan, yang sering menimbulkan gejala fisik. Sekarang, mari kita sama-sama berpikir bagaimana dengan penyakit-penyakit jiwa yang berat seperti psikosis, depresi berat,schizofrenia,dll?

Pasien yang mengalami gangguan atau kelainan jiwa yang berat akan mengganggu kehidupan orang-orang di sekitarnya. Kadang, pasien ini justru cenderung membahayakan.
Pasien schizofren misalnya, saat kambuh, dia bisa berlari-lari tanpa pakaian, menyerang orang di sekitarnya,atau bisa juga kabur dari rumah lontang lantung entah kemana. Masalah yang timbul kemudian akan menjadi kompleks, baik pada pasiennya, juga keluarganya.
Masyarakat akan cenderung menjauhi keluarga itu, karena takut tertular, atau takut kena serangan. Tak sedikit keluarga yang kemudian dikucilkan oleh tetangganya. Minimnya informasi pada masyarakat, bahwa sesungguhnya penyakit seperti ini bisa disembuhkan, atau minimal bisa dicegah kekambuhannya. Lebih payahnya lagi, himpitan ekonomi yang membuat keluarga tak bisa membawa pasien berobat. Sehingga sering kita jumpai di TV, ada remaja dipasung, bahkan anak yang dikurung, karena dianggap memiliki tabiat yang tak biasa, atau karna sering menyerang tetangga. Bukan hanya sehari,dua hari,,bahkan bisa bertahun-tahun. Sungguh penganiayaan besar!!
Tapi ini lah fenomena yang terjadi di masyarakat kita.


Gambar seorang yg dipasung di Samosir

WHO merekomendasikan, untuk negara berkembang, sistem kesehatan jiwa diintegrasikan dengan pelayanan Puskesmas. Hal ini diharapkan agar kesehatan jiwa dapat mencapai masyarakat dengan sedekat mungkin (pelayanan kesehatan terdekat dengan masyarakat adalah Puskesmas).
Biaya nya pun akan cenderung lebih murah dibandingkan dengan rumah sakit, apalagi praktek swasta.
Puskesmas, selain memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan jiwa (termasuk obat-obat antipsikotik,dll), juga mengemban tugas untuk mengubah stigma masyarakat yang buruk terhadap orang-orang yang memiliki gangguan jiwa. Puskesmas juga mempunyai tanggung jawab besar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan jiwa.

Prakteknya,,
Dinas Kesehatan di Propinsi atau Kabupaten, wajib mengadakan pelatihan-pelatihan untuk dokter-dokter di Puskesmas. Selain itu Dinas juga berkoordinasi dengan Pusat, atau instansi lain terkait dalam penyediaan terapi untuk gangguan kejiwaan terutama yang berat. Dokter spesialis kesehatan jiwa di rumah sakit yang memiliki pelayanan kesehatan Jiwa (biasanya rumah sakit besar) berperan sebagai konsultan dan supervisor.

well..
sejujurnya saya belum melihat tuh Puskesmas yang menyediakan pelayanan kesehatan Jiwa..
terutama di DIY,,,
semoga saja cita-cita WHO ini (semestinya juga cita-cita kita) cepat terwujud...
amin,,

Ayo pemerintah!!terus kembangkan inovasi dan ciptakan kebijakan-kebijakan dalam bidang kesehatan jiwa (belum tersentuh)!

-salam sukses-
      dio