Sabtu, 19 Februari 2011

DVI (Disaster Victim Identification)



Pernah kan mendengar DVI? DVI adalah singkatan dari Disaster Victim Identification. DVI akan bekerja saat ada major insident yang tentunya menimbukan banyak korban jiwa. Tim DVI terdiri dari dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli anthropology (ilmu yang mempelajari tulang), kepolisian, fotografi, dan ada yang berasal dari masyarakat juga. Tugasnya adalah mengidentifikasi korban.

Lihat gambar ukuran penuh

Jika terjadi major insident (musibah massal) di suatu wilayah dengan korban jiwa, misalnya korban wedhus gembel, tim DVI akan meluncur ke lokasi, kemudian yang dilakukan adalah:
1. The scene of insident atau mengusut sebab musabab kematian seseorang tersebut. Daerah yang menjadi fokus bencana/ insiden akan diberi police line, tujuannya adalah supaya tidak ada barang bukti yang hilang atau berubah, dan akan memudahkan olah TKP.
2. Evakuasi, memasukkan jenazah dalam kantong jenazah beserta benda-benda di sekitar jenazah.
3. Labelling, memberi label untuk tiap jenazah, misal: jenazah x ditemukan jam berapa, di daerah mana (alamat lengkap), dengan titik ordinat berapa, pokoknya sedetail-detailnya.

Setelah itu, yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data post mortem. Data post mortem adalah data yang didapat setelah koban meninggal. Meliputi:
1. foto komplit.
    foto saat masih berada di TKP (Tempat Kejadian Perkara), lengkap dengan dokumentasi benda-benda di sekitarnya, dan foto saat sudah di Rumah sakit. Jangan merobek pakaian korban sembarangan (saat melepas pakaiannya) karena akan menghilangkan bukti penting mengenai sebab kematian. Tapi buatlah robekan dengan gunting, sehingga saat analisis dilakukan tim DVI tahu bahwa robekan pakaian itu adalah buatan dokter. Catat dan foto semua yang dikenakan korban. Bahan kainnya apa, warna kain apa, motif apa, kancing warna apa, apa bentuknya, memakai asesoris apa, di tangan atau kaki mana, di baju ada kantong berapa, isinya apa aja, pokoknya selengkap mungkin di dokumentasikan.
2. Sidik jari. Manusia yang satu dengan yang lain berbeda-beda.
3. Rontgen, akan bermanfaat ketika korban memiliki ciri khas memasang pen misalnya di tulang kakinya, sehingga akan memudahkan proses matching (proses mencocokkan)
4. Odontology forensik, atau tes karakteristik gigi. Manusia juga punya perbedaan satu dengan yang lainnya.

Nah kemudian sembari dikumpulkan data post mortem, dikumpulkan pula data ante mortem (data yang didapat sebelum pasien meninggal).
Keluarga atau kerabat yang mencari keluarganya yang menjadi korban, atau yang memang akan melapor bahwa keluarganya menjadi korban, maka akan dikumpulkan informasi darinya terkait kondisi korban sebelum meninggal. Misalnya, korban memakai baju warna apa, memakai asesoris apa, jenis kelaminnya apa, usianya berapa, dsb selengkap mungkin.

Setelah data post mortem dan ante morte dikumpulkan, maka akan dilakukan proses matching/ mencocokkan. Apakah benar jenazah A adalah benar-benar Mr. A. Dalam hal ini, tim DVI tidak boleh salah. Kecepatan tidak pentng. Yang penting adalah ketepatan. Tidak jarang proses matching ini menimbulkan perdebatan sengit. Hal ini semata-mata dilakukan supaya tidak terjadi kesalahan.
Yang sulit sesungguhnya adalah jika ada bagian tubuh yang terpisah. maka tim DVI wajib menelusuri apakah telinga A ini benar-benar milik Mr. A.
Lihat gambar ukuran penuh
Setelah proses matching selesai, masing-masing tim DVI yang ikut serta dalam proses matching harus menandatangani surat keputusan bahwa korban A dengan ciri-ciri terlampir adalah benar Mr. A), sebagai tanda bahwa semua anggota DVI setuju akan keputusan itu.
Kemudian, akan segera diterbitkan surat kematian untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

sekian..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar